DSK-11

DSK-11

Minggu, 29 April 2012

Ekonomi Indonesia positif



Komite Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat Finlandia mengemukakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai positif tercermin dari nilai kapitalisasi pasar modal yang terus meningkat. “Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat bagus dan kuat, hal itu dapat dilihat pada pasar modal Indonesia,” ujar Ketua Delegasi Komite Perdagangan Finlandia Mauri Pekkarinen.

Dia mengatakan, Indonesia juga memiliki sumber daya alam cukup banyak, sementara Finlandia memiliki potensi keunggulan dalam teknologi sehingga besar kemungkinan untuk melakukan kerja sama. “Kami berharap bisa bekerja sama untuk menyatukan keduanya,” ujarnya.

Menurut Mauri,yang paling penting adalah bagaimana mengelola sumber daya alam yang dimiliki. “Kami di Finlandia telah berinvestasi sangat besar dalam teknologi bersih, efisiensi energi, isu lingkungan, pengelolaan limbah. Itu adalah hal yang paling penting,” paparnya.

Dia menambahkan, positifnya pasar modal merupakan salah satu prasyarat suatu negara dalam menjalani ekonomi. “Peran pasar modal sangat penting karena itu semacam prasyarat bagi ekonomi yang berfungsi dengan baik. Saya sekarang yakin bahwa prasyarat itu berfungsi di Indonesia,” kata dia.

Mauri juga menilai, teknologi yang digunakan pasar modal Indonesia terbilang cukup modern, kondisi itu tentunya merupakan hal yang menarik bagi investor. “Teknologi yang digunakan pasar modal di sini (Indonesia) adalah tingkat yang sangat tinggi. Ini adalah bursa saham sangat modern,” ucap dia.

Sementara, Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Kai Sauer menambahkan, pasar modal Indonesia merepresentasikan fundamental Indonesia yang sangat kuat. “Volume perdagangan saham di pasar modal Indonesia sangat tinggi, bahkan selalu berada di level hijau (positif) dan jarang di merah (negatif), kami menganggap pasar modal Indonesia merepresentasikan ekonomi Indonesia,” katanya.

Delegasi Finlandia disambut langsung oleh Direktur Utama BEI Ito Warsito, didampingi oleh Direktur Penilaian Perusahaan Edy Sugito. Ito mengatakan, Komite Perdagangan dari Finlandia berharap dapat mengetahui lebih detil tentang perkembangan pasar modal di Indonesia.

“Tanggapan mereka cukup positif, mereka kagum karena dalam 10 tahun terakhir pasar modal kita rata-rata tumbuh lebih dari 30 persen per tahun kapitalisasi pasarnya,” katanya.


Besarnya disposable income buat kelas menengah rapuh



Salah satu ciri masyarakat kelas menengah adalah mereka memiliki disposable income (dana sisa di luar untuk kebutuhan sandang, pangan, papan dasar) yang cukup besar. Rule of thumbnya, 1/3 total pendapatan kelas menengah adalah disposable income.

Dengan disposable income yang memadai mereka memiliki keleluasaan untuk memenuhi kebutuhan di luar kebutuhan dasar (basic needs) seperti membeli motor, TV, AC, lemari es, weekend, makan-makan sekeluarga di restoran, membawa anak-anak main di Timezone, hingga membeli mobil.

Disposable income ini seperti pisau bermata dua, di satu sisi menjadikan kelas menengah memiliki keleluasaan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, termasuk kebutuhan di luar basic needs. Tapi di sisi lain, adanya disposable income juga mendorong mereka mulai memiliki gaya hidup konsumtif.

Mereka mulai peka terhadap godaan-godaan iklan di TV. Mereka mulai gampang terpengaruh oleh rayuan diskon dan sale di mal. Celakanya, budaya konsumtif ini kemudian “difasilitasi” oleh beragam fasilitas kredit konsumsi dari bank atau lembaga pembiayaan.

Beli rumah menggunakan KPR dari bank. Beli mobil dan motor menggunakan fasilitas kredit dari lembaga pembiayaan cukup bayar uang muka Rp500.000. Beli TV flat terbaru atau furnitur di Index dicicil 12 bulan pakai kartu kredit. Kondisi inilah yang pelan tapi pasti kemudian membentuk budaya mengutang di kalangan konsumen kelas menengah. Istilah kerennya, budaya “buy now pay later”.

Kenapa konsumen kelas menengah saya sebut rapuh? Karena konsumen kelas menengah rentan terjebak dalam lingkaran budaya konsumtif mengutang seperti saya gambarkan di atas. Kalau kita miskin dan tak memiliki banyak disposable income, kita akan terbiasa hidup prihatin dengan mengerem konsumsi. Kita juga cenderung imun terhadap rayuan iklan dan diskon. Hal ini berbeda kalau kita sudah memiliki lumayan duit dan mulai mampu membeli barang-barang yang diiklankan di TV atau dipajang di mal.

Ketika duit mulai cukup di kocek, godaan untuk mengumbar gaya hidup konsumtif sulit terhindarkan. Ketika gaya hidup konsumtif sudah begitu mendarah daging, membeli dengan cara mengutang menjadi solusi cespleng. Dan ketika kombinasi budaya konsumtif mengutang ini sudah menjadi kanker yang sulit dijinakkan, maka bahaya default dan kebangkrutan akan mengintai setiap saat.

Saya berdoa semoga kelas menengah kita tetap prihatin dan cerdas membelanjakan uangnya, jangan sampai besar pasak daripada tiang. Amin.


Konsumsi rumah tangga bikin ekonomi RI tangguh



Bank Indonesia (BI) menyatakan perekonomian domestik saat ini masih tergolong tangguh. Hal itu akan mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 mencapai 6,3-6,7 persen. Salah satu penyebab ketangguhan perekonomian domestik, adalah konsumsi rumah tangga.

Dalam jangka pendek, kuatnya konsumsi sejalan dengan kestabilan makro yang stabil (inflasi dan nilai tukar terjaga) dan dukungan pembiayaan. "Banyak yang bertanya, konsumsi rumah tangga tidak ada matinya, walaupun krisis. Karena memang secara umum percaya diri masyarakat yang tinggi," ujar Direktur Group Kebijakan Moneter BI Juda Agung, di Grand Royal Panghegar, Bandung, Sabtu (28/4/2012).

Dia menjelaskan, indikator dari penguatan konsumsi rumah tangga adalah struktur demografi yang didominasi usia produktif, semakin terserapnya tenaga kerja ke sektor formal, dan meningkatnya kelas menengah di Indonesia.

"Pendapatan perkapita USD3.500, ini mulai bergeser dari konsumsi makanan ke level lebih tinggi, seperti traveling dan komunikasi. Kemudian kelas menengah meningkat 56,6 persen atau sekitar 134 juta orang," tambahnya.

Disamping itu, Juda menuturkan bahwa investasi juga turut ambil andil dalam pertumbuhan PDB. Iklim yang kondusif dan persepsi terhadap prospek ekonomi yang Indonesia yang positif. "Investasi diperkirakan tumbuh kuat, dilihat dari optimisme pelaku usaha, investment grade dan dukungan dari suku bunga kredit investasi yang semakin rendah," pungkasnya

BI memperkirakan pada triwulan II-2012, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6,4 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan untuk triwulan I-2012 sebesar 6,5 persen.


Cadangan devisa masih aman topang ekonomi RI



Bank Indonesia (BI) mencatatkan cadangan devisa (Cadev) pada bulan April mengalami peningkatan dibandingkan dengan akhir Maret 2012. Posisi cadev tersebut dinilai masih cukup aman untuk menopang pertumbuhan ekonomi RI.

Direktur Grup Kebijakan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan cadangan devisa sampai dengan akhir Maret 2012, mencapai USD110,5 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sedangkan jika dilihat pada bulan April 2012 tercatat sebesar USD114,9 miliar atau setara dengan 6,12 bulan impor dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Posisi cadev memang mengalami kenaikan, ini dikarenakan masuknya portofilo FDI (Foreign Direct Investment), selain itu juga ada pemasukan dari Devisa Hasil Ekspor (DHE)," ungkapnya di Grand Royal Panghegar, Bandung, Sabtu (28/4/2012).

Posisi cadev tersebut setara dengan 7,75 bulan impor barang dan masih diatas level kecukupan cadev per group yaitu 6,7 bulan impor. Juda menegaskan, bahwa cadangan devisa masih cukup aman menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan.

"Rasio short term debt to reserve juga menunjukkan bahwa cadev pada tingkat aman," pungkasnya. Sebelumnya BI mencatatkan cadangan devisa hingga akhir Februari 2012 meningkat hingga USD112,22 miliar dari sebelumnya USD111,99 miliar atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Dengan cadangan devisa yang tetap menyokong maka pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2012 diperkirakan mencapai 6,5 persen dan akan berlanjut pada triwulan II-2012 meskipun tidak setinggi pertumbuhan di triwulan I-2012.

Gubernur BI Darmin Nasution juga menjelaskan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada 2012 diperkirakan akan mencatat surplus yang lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. "Penurunan surplus neraca pembayaran terutama disebabkan oleh defisit transaksi berjalan yang lebih besar, karena melambatnya ekspor sejalan dengan perlambatan permintaan dunia di tengah impor yang terus meningkat, seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan tingginya konsumsi BBM," tandasnya.


Ekonomi RI turun 0,1% di Kuartal II-2012



Bank Indonesia (BI) memprediksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tahun ini hanya mencapai 6,4 persen. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan untuk triwulan pertama tahun ini sebesar 6,5persen.

Direktur Grup Kebijakan Ekonomi Juda Agung mengatakan, penurunan sebesar 0,1 persen tersebut disebabkan dari sisi ekspor. Walaupun menurun, Juda menyebut  pertumbuhan ekonomi masih dikategorikan positif.

"Ekspor sedikit menurun, ke semua wilayah di Eropa dan China tetapi itu masih positif. Di china masih positif, di AS juga seperti itu tetapi tidak signifikan dari 6,5 persen jadi 6,4 persen, penurunannya juga tidak terlalu signifikan di ekspor," ujar Juda di Grand Royal Panghegar, Bandung, Sabtu (28/4/2012).

Juda menyebut, pertumbuhan ekspor melambat seiring dengan menurunnya prospek ekonomi global. Ekonomi global menyebabkan harga komoditas internasional secara umum masih dalam trend menurun, kecuali harga minyak.

"Ekspor barang tambang juga turun, tetapi masih positif, hanya sedikit melemah di 2012, tapi tidak negatif,"  tambahnya. Selain itu, Juda memproyeksi kisaran pertumbuhan ekspor barang dan jasa di tahun 2012 berada di antara  10,6 persen sampai 11,1 persen. "Sedangkan untuk triwulan kedua berada di angka 10,1persen, diproyeksikan lebih rendah dari triwulan I sebesar 10,2 persen," tandasnya.