DSK-11

DSK-11

Rabu, 14 Desember 2011

BI Koreksi Target Pertumbuhan 2012



Memburuknya kondisi perekonomian di Zona Eropa dan belum pulihnya ekonomi Amerika Serikat (AS), mengancam proses pemulihan ekonomi dunia.

Terkoreksinya laju pertumbuhan ekonomi dunia, mendorong Bank Indonesia (BI) melakukan perhitungan ulang atas target pertumbuhan ekonomi nasional. Direktur Riset dan Kebijakan Ekonomi Moneter BI Perry Warjiyo mengungkapkan, beberapa lembaga internasional telah melakukan koreksi atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang semula diperkirakan sanggup menembus level empat persen, justru terkoreksi ke bawah.

Ekonomi dunia pada 2012 diprediksi hanya mampu tumbuh di kisaran 3,6-3,7 persen. Ekonomi China yang kini memimpin laju pertumbuhan ekonomi dunia, juga tidak terlepas dari penurunan proyeksi. Semula, China diprediksi mampu tumbuh di level sembilan persen. Seiring perkembangan kondisi ekonomi dunia yang makin buruk, China diperkirakan hanya mampu tumbuh 8,5 persen.

Awalnya BI optimistis dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen seperti yang tercantum dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 yang telah disepakati dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, pelambatan ekonomi dunia yang semakin tinggi, mendorong BI melakukan perhitungan ulang. BI sempat memprediksi, di tengah potensi krisis, ekonomi nasional 2012 hanya mampu tumbuh di kisaran 6,5 persen.

Untuk tahun ini, dampak buruk perlambatan ekonomi dunia belum terlalu dirasakan di Indonesia. Namun, dampaknya akan sangat terasa pada tahun depan. Salah satunya masuk melalui sektor perdagangan yang melambat akibat menurunnya tingkat permintaan dunia dan turunnya harga beberapa komoditas dunia.

Di sektor keuangan justru dampaknya sudah terasa. Dalam dua bulan terakhir, investor asing menarik modalnya dari seluruh negara dalam jumlah cukup signifikan baik portfolio maupun Foreign Direct Investment (FDI).

Pihaknya berupaya menjaga stabilitas sektor keuangan, termasuk kepemilikan surat berharga negara (SBN) yang kini 31 persen dimiliki asing. Saat terjadi sudden reversal, BI menggelontorkan anggaran sebesar Rp64 triliun untuk membeli obligasi pemerintah. Perry mengklaim, BI juga berupaya mendorong aktivitas ekonomi dalam negeri.

Salah satunya dengan kebijakan menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang kini di level enam persen. Dengan menurunkan BI Rate, pihaknya berharap perbankan juga menurunkan suku bunganya agar bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh sektor riil.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar